Minggu, 21 September 2008

Petisi Rakyat Indonesia

Dengan penuh kesadaran nalar dan jiwa serta dengan mempertimbangkan substansi, fungsional dan operasional isi makna dan tujuan serta demi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kami....................
MENOLAK RUU PORNOGRAFI......
......Tetapi bukan berarti mendukung pornografi dan aksinya
  1. Tolak Terminologi dan Paradigma sempit di dalam isi dan makna draft Ruu Pornografi.
  2. Tolak wajah otoritarian baru dibalik mobilisasi suksesi politik kelompok kepentingan.
  3. Tolak RUU apapun yang tidak mendukung vitalitas kepribadian bangsa.
  4. RUU Pornografi bukan produk kepribadian bangsa, tetapi produk kepentingan global yang membawa kepentingan sosial, politik, ekonomi dan budaya bangsa mendatang.
  5. Tolak politisasi pemampatan kreativitas bangsa.
  6. Tolak bibit disintegrasi bangsa.
  7. Tolak hadirnya pemiskinan intelektual, kultural dan moral bangsa.
  8. Tolak homogenisasi budaya salah satu aliran kepentingan dalam strategi kebudayaan bangsa.
  9. Tolak pembatasan ruang, waktu dan gerak eksplorasi filsafatdan seni, Jika dibatasi maka akan menciptakan kebodohan kolektif bagi generasi bangsa di masa depan.
  10. Tolak hadirny peng'Kerdil'an kesadaran berdefinisi, arti dan makna dalam nalar bangsa.
  11. Tolak RUU Pornografi yang memiskinkan kekayaan budaya budaya dan kepribadian bangsa.
  12. RUU Pornografi hanyalah suatu produk UU yang akan memicu konflik vertikal dan horisontal.
  13. RUU Pornografi hanya akan menaikkan floating mass yang menjadikan kegagalan politik bangsa atau kegagalan dalam menegakkan demokrasi.
  14. RUU Pornografi bukanlah jiwa demokrasi.
  15. RUU Pornografi hanya akan membuat pola baru politik adu domba dan menyudutkan hubungan aparatur, Polisi dan militer dengan rakyat.

GARDA PATHOK NEGORO

RAKYAT INDONESIA

Selasa, 10 Juni 2008


Repertoar Kosmologi, Konversi, Apokaliptic:
SENDRATARI MURWAKALA
“SIRNA ILANG KERTANING BUMI”
(Repertoar peristiwa keterjebakan siklus waktu yang membelenggu bangsa & negara)


Benang merah yang tersimpulkan
dalam kebangkitan Nasional

Menjadi sebuah kewajiban bagi warga negara untuk andil secara penuh dalam kehidupan bernegara, dan tentu saja tidak harus dinilai dari satu perspektif saja. Keragaman dalam kebersamaan menyiratkan juga keragaman sudut pandang yang dilatari oleh moda sosial, moda kultural, moda ekonomi, dan moda pengetahuan.

Gerakan Budaya Kopi Jawa, Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila (GMRP), Paguyuban Tri Tunggal dan Kampus Kebangsaan Taman Siswa dengan ini, mengajukan sebuah pembacaan untuk disampaikan kepada publik dalam bentuk Repertoar. Dengan harapan untuk menjadikan momentum kebangkitan Nasional tidak hanya berhenti saja pada kegiatan-kegiatan ritus-ritus peringatan Kebangkitan Nasional. Momentum pada dasarnya adalah tetap sebuah momentum, hal ini menjadi lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara tergantung pada manusia-manusianya yang merasa memiliki dan menjaga Kebangsaan Indonesia tersebut.

Jika hanya ritus saja, apakah mampu ritus tersebut membantu generasi muda hari ini yang faktanya telah terpisah jauh oleh jeda waktu sejarah dengan pergolakan 1908. Pada titik ini, para muda dan orang-orang sezamannya berhak untuk melakukan usaha untuk memahami dan mengerti dan selanjutnya bertindak!

Semangat pada dasarnya adalah tetap sebuah semangat, yang pada faktanya kadang mampu menerjang dan melintas batas-batas waktu, batas-batas kedirian/primordial, dan batas-batas keterjebakan dalam sudut pandang.

Pasca Mei 1998 sepuluh tahun silam dibawah gerakan Reformasi merupakan pendidikan bagi publik untuk mengaktualkan aspirasinya (Demokrasi.Red Gaya). Aksi turun ke jalan yang kini dikenal dan marak merupakan jalan satu-satunya (kesadaran populer) yang dianggap paling signifikan untuk melakukan sebuah perubahan (Sebagai sebuah tinjauan gerbang kesadaran beranakhi). Begitulah dampak issue demokratisasi (yang kebablasan) terjadi di bawah panji-panji reformasi. Senyatanya kesadaran hari ini Panji-panji Republik dan Konstitusinya semakin jauh dari kesadaran berbangsa dan bernegara. Demikian inilah makna “SIRNA ILANG KERTANING BUMI” sebagai penanda hilang lenyapnya kesejahteraan dan kemakmuran bumi nusantara akibat di lupakannya Panji – Panji Republik !

Jogja merupakan awal dan dasar bagi gerakan Republik. Hal ini telah terpatri kuat dalam gerak sejarah kemerdekaan NKRI, baik itu secara De Yure dan De Facto. Tahta Untuk Rakyat dikumandangkan lantang oleh warga Ayogyakarta Hadiningrat beserta rajanya Sultan HB IX. Kemarin dan hari ini HB X tetap meneruskan Titah Tahta Untuk Rakyat (Red: Yogya sebagai Basis Republik), begitu juga dengan segenap rakyat Jogja.

Repertoar Murwakala di Taman Budaya Yogyakarta, 19.15 WIB. Rabu, 28 Mei 2008, ini mengulas Babad kisah benang merah lahirnya NKRI berdasarkan Pancasila. Kisah demi kisahnya menuntun kesadaran kognisi terajutkan afeksi dalam bingkai Kosmologi, Konversi, Apokaliptic di mana NKRI dan Pancasila harus dipertahankan secara tegas dan lugas dalam kesadaran masyarakat. Aksi seminar Verbal sebagai pijakan kesadaran kolektif ini di sutradarai oleh Romo Sapto (berikut naskahnya) dengan berpijak pada kajian Antropologi Kebudayaan (oleh: Danu Wijaya, Romo Sapto beserta Rektor UST).

Senin, 09 Juni 2008

Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila






KOSMOLOGI

Dalam kisah murwokolo, dilatarbelakangi kisah tigan anom (3 calon generasi terjadinya jaman dan jagat), yaitu Togog, Semar dan Bethara Guru. Kisah telur jagat yang akhirnya meneruskan generasinya dalam sebuah terjadinya pengetahuan (pendidikan) dalam rangkaian sebab-akibat. Dari sisi kisah tersebut, ditemukan sebuah matrix kosmologi yang membidani kepribadian kebangsaan Indonesia yang dilatarbelakangi sebuah perbedaan sistem karakter dan sifat, tetapi dipertemukan dalam satu dharma, yaitu berdirinya jaman dan jagat beserta isi dan fenomenanya.
Bethara Guru, sebuah lakon Guru Besar yang melahirkan generasi pengetahuan yang tidak memiliki pendirian atau kepribadian. Togog (Bethara Antaga), lakon Guru Besar bagi generasi pengetahuan sebrang. Semar, lakon Guru Besar bagi generasi yang berjuang memperoleh kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran melalui penderitaan dan kesengsaraan untuk membangun jagat/jaman.
Sisi itulah sebuah rekonsiliasi generasi Guru Besar anom tigan untuk menentukan kehidupan jagat dan jaman yang selalu bertaruh pengabdian. Bethara Guru melahirkan Bethara Kala & Durga, hasil dari sebuah pendidikan. Dari situlah perseteruan prinsip dan persepsi, konsepsi pertumbuhan spirit dan mental atau bentuk perlambangan hawa dan nafsu yang menentukan perilaku kehidupan jagat dan jaman.
Togog pada akhirnya lebih cenderung memilih gaya melekatkan pertumbuhan yang terbelenggu dengan bumi dan langit (dalam konsep material) atau penguasaan dunia harga diri (hawa nafsu yang terbelenggu oleh duniawi). Konteks inilah Togog selalu memperjuangkan pengetahuan yang membelenggu pemikiran materialisme (duniawi). Sudah pantas jika pilihan gayanya selalu bersepakat dengan Bethara Guru dan sungguh merepotkan Semar dalam tugas sebagai Guru Besar yang harus membangun kepribadian generasi anom tigan. Sebuah kesimpulan strategis bagi Semar jika harus senantiasa menjadi pelayan dan abdi bagi para dharma ksatriya, di segala bidang kehidupan inti dari sebuah tujuan berkumpul dalam ranah belajar dan mengajar.

Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila